Jadi seseorang calon anggota legislatif (calon legislatif) bukan masalah gampang. Tidak hanya perlu modal besar, calon legislatif ikut membutuhkan biaya sosial yang banyak. Belum juga bicara masalah tanggung jawab. Bila setengah-setengah mencalonkan diri, yang ada cuma utang yang menumpuk sesudah Pemilu selesai. Tersebut laporan wartawan Harianjogja.com Abdul Hamid Razak. caleg kota bekasi bisa menjadi acuannya. “Pesan saya buat calon legislatif pemula, yang pasti jujur dengan kemampuan diri pribadi. Ingat jika ambisi jadi politisi itu berdasarkan pada imajinasi semata-mata, akhirnya seperti bumerang.” Beberapa kata itu keluar dari Fuska Sani Evani bekas calon legislatif dari PDIP pada Pemilu 2014 kemarin. Fuska mempunyai taktik waktu lakukan kampanye di Daerah Penentuan Sleman Utara. Jauh-jauh sebelum nyaleg, Fuska banyak mempunyai komune. Dengan demikian, biaya sosial yang di keluarkan tidak sangat banyak. Akhirnya ia memperoleh 2.000-an nada. “Aku hanya habis seputar Rp100 juta-an. Tapi ada yang calon legislatif untuk kabupaten saja sampai habiskan miliaran rupiah, untungnya jadi,” katanya, tiada ingin menyebutkan nama. Ia berkampanya tiada keluarkan banyak uang, tapi tenaga, lewat cara mendekati langsung calon pemilih. “Dananya hanya buat mengkonsumsi, arisan, rapat di dalam rumah, melayani tamu, termasuk juga buat team sukses untuk bikin kaos serta yang lain. Untuk bikin cetak seperti kartu nama, benner, kabeh [semua] disponsori kanca [teman],” tutur Fuska. Ia malas untuk mencalonkan kembali pada Pemilu 2019 yang akan datang. Baginya, jadi calon legislatif cukuplah sekali saja. “Karena saya tahu nek nyalon kembali tidak akan jadi kembali. Sebab beberapa incumbent telah mempunyai modal besar serta logistik gede. Agar bagaimana juga, nyalon masih keluarkan dana pribadi. Hari gini, cari uang sulit, kok dibuang-buang.” Ia ikut memberi pesan supaya calon legislatif yang jadi anggota legislatif tidak main-main waktu jadi wakil rakyat. “Susah nyari-nyari peluang untuk manipulatif. Zamannya telah beralih. Saat ini masa kejujuran. Jadi anggota dewan yang tidak miliki peran buat bangsa ikut, hanya akan jadi sampah. Utangnya tentu numpuk.” Sesaat, partai mengaku penjaringan sampai penyalonan anggota DPRD untuk Pemilu 2019 yang akan datang dikerjakan tiada mahar. Kader Partai Nasdem DIY Dwi Candra Putra contohnya menyebutkan tidak ada mahar politik saat proses pencalegan di partainya. “Nasdem mengangkat pergerakan politik antimahar,” kata Candra yang baru maju menjadi calon legislatif dari Partai Nasdem untuk DPRD Jogja ini pada Pemilu 2019. “Yang disebut dengan mahar politik buat partai kami ialah setoran yang dikasihkan ke partai. Kami sama-sama isi untuk pembiayaan kampanye, sedang pembiayaan saksi langsung di backup dari DPP,” kata Ketua Bappilu Nasdem DIY itu. Candra malas menyebutkan hitung dana untuk kampanye yang diperlukan calon legislatif. Menurut dia keperluan dana kampanye semasing calon legislatif relatif serta tidak dapat disamaratakan. Semasing calon legislatif mempunyai tanggung jawab untuk mensosialisasikan dianya serta partai. Partai akan memberi dukungan dengan membiayai saksi. Partai Berkarya garapan Tomy Soeharto ikut menampik terdapatnya mahar politik. Walau pemilih di Kota Jogja cukuplah kompleks, Partai Berkarya optimis dapat mencapai kursi. Bahkan juga pada Pemilu 2019 yang akan datang, Berkarya membidik satu daerah penentuan mendapatkan satu kursi. “Tidak ada mahar politik. Tapi kami masih selektif memastikan calon legislatif,” kata Ketua DPD Partai Berkarya Jogja Rusdi Rais. Ketua Tubuh Seleksi Calon legislatif Partai Gerindra Danang Wahyubroto menjelaskan partainya ikut tidak minta mahar politik pada beberapa calon legislatif. “Kami mengoptimalkan kekuatan yang kami punya,” tuturnya.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorSelamat datang di serba serbi artikel semoga bermanfaat dan dapat membantu.. Archives
July 2019
Categories |